The 5.6.7.8’s: Empat Dekade Menjaga Semangat Bermusik

The 5.6.7.8’s: Empat Dekade Menjaga Semangat Bermusik

The 5.6.7.8’s: Empat Dekade Menjaga Semangat Bermusik 1080 1080 Extended.Asia.Play

Pada 23 November 2024, Niskala H. Utami mewawancarai Band asal Jepang bernama The 5.6.7.8’s yang sudah aktif hampir empat dekade dan beranggotakan: Sachiko Fujii (drummer), Yoshiko “Ronnie” Fujiyama (gitaris dan vokalis utama), serta Akiko Omo (basis). Wawancara ini berlangsung saat di ruang media Joyland Festival dan diselaraskan oleh Anggraeni Widhiasih. Berikut adalah hasil wawancara Niskala H. Utami bersama The 5.6.7.8’s mengenai rahasia di balik musik mereka dan bagaimana mereka tetap aktif selama empat dekade ini. 

Hari Sabtu (23/11), hujan dari siang sudah reda dan Lapangan Baseball GBK Senayan kembali menjadi lokasi acara Joyland Festival. Acara yang berlangsung selama tiga hari dari 22 sampai 24 November 2024 ini telah rutin diselenggarakan setiap tahun sejak 2019. Digemari oleh pencinta musik internasional dan lokal, Joyland telah menghadirkan berbagai musisi luar negeri maupun dalam negeri. Tahun ini, musisi yang menghiasi panggung Joyland Festival antara lain Bombay Bicycle Club, St. Vincent, Blueboy, Balming Tiger, Hyukoh & Sunset Roller Coaster, Mono, dan Majelis Lidah Berduri.

Selain line up di atas, salah satu musisi yang juga diundang untuk tampil di panggung Joyland Festival tahun inia ialah sebuah band asal Jepang yang sudah aktif hampir empat dekade. Band ini terkenal secara internasional ketika Quentin Tarantino menggunakan lagu mereka dalam film Kill Bill Vol. 1 (2003). Mereka adalah The 5.6.7.8’s

Setelah melewati beberapa kali pergantian personil, kini anggota band yang aktif adalah Yoshiko “Ronnie” Fujiyama sebagai vokalis dan gitaris, Sachiko Fujii di drum, dan Akiko Omo di bass. Sudah pernah touring di Amerika Serikat dan Australia, untuk pertama kalinya kini The 5.6.7.8’s tampil di Indonesia.

Sebelum naik ke panggung Joyland Festival, The 5.6.7.8’s memberikan kesempatan bagi beberapa media untuk mewawancarai mereka. Kesempatan ini menjadi peluang emas kami untuk mencari tahu rahasia di balik musik mereka dan bagaimana mereka tetap aktif selama empat dekade ini. 

Ketika masuk di ruang media, ketiga musisi duduk menggunakan seragam hitam: dari kiri ke kanan adalah Sachiko Fujii (drummer), Yoshiko “Ronnie” Fujiyama (gitaris dan vokalis utama), serta Akiko Omo (basis). Tidak jauh, ada liaison officer mereka yang juga berlaku sebagai penerjemah. 

Berbicara dengan mereka memberikan beberapa insight tentang bagaimana musik rock mempengaruhi corak suara mereka dan bagaimana keadaan skena musik Jepang sekarang. Pandangan ini terutama mereka sampaikan sebagai musisi perempuan yang telah lebih dari empat dekade bermusik. The 5.6.7.8’s muncul di era saat band perempuan tengah lumayan meledak. Pada waktu itu di Amerika Serikat, mereka melihat kemunculan The Go-Go’s dan The Runaways. Sedangkan di Jepang sendiri ada kemunculan Show-Ya, sebuah band metal perempuan. Bagi mereka, sekarang sudah tidak banyak lagi band rock baru yang muncul. Kini sudah jarang mereka temukan band rock asal Jepang yang baru, atau setidaknya kondisinya tidak sebanyak dahulu ketika mereka baru mulai di tahun 1980an.  

Kemudian, bagaimana mereka bisa bertahan dan tetap aktif sampai begini lama? Empat dekade tentu bukan masa yang singkat ataupun mudah.

Bagi Ronnie sang vokalis, mereka bisa tetap aktif karena mereka suka performing. Ini menjadi sebuah gaya hidup bagi mereka. Ronnie menjelaskan bahwa tangan Akiko sebetulnya sudah mengalami kesulitan ketika main bass sehingga tidak semudah dulu. Namun semangat mereka untuk tampil mendorong mereka untuk bermain sampai selama ini dan memberikan yang terbaik bagi audiens mereka. 

Selain semangat mereka yang melampaui usia, musik mereka juga tak dibatasi oleh waktu dan zaman. Sebagai band yang muncul di tahun 1980an, kebanyakan dari diskografi awal mereka punya suara yang identik dengan musik rock dari tahun 1960an dan 1970an. Ketika wawancara berlangsung, Ronnie pun menjelaskan bagaimana mereka suka mencampur dan mengeksplorasi antar genre, seperti ska dan surf music. Oleh karenanya, mereka tidak terpaku dengan satu suara tapi suka mencari suara baru dari berbagai genre seputar rock. Percampuran genre ini menciptakan sebuah suara yang tidak bisa kita pinpoint dalam satu zaman saja. Alhasil, lagu-lagu mereka terdengar timeless sekaligus nostalgik. 

Setelah wawancara selesai, aku berjalan keliling area Joyland, menikmati suasana dan bertemu teman-teman. Sambil minum milk tea, aku menunggu di depan Lily Pad stage untuk performans The 5.6.7.8’s. Jam 21.01 akhirnya mereka maju ke panggung, mengambil posisi masing-masing dan lagu dimulai. 

Sejak nada pertama, ketiga musisi seakan menjadi hidup kembali. Aku melihat sisi mereka yang sebelumnya tidak terlihat saat wawancara di ruang media. Dari (vokalis) yang aktif bergerak dan (drummer) yang mencoba berbahasa Indonesia pada audiens. Mereka membawakan lagu-lagu seperti I’m Blue, Dream Boy, The Barracuda, dan Woo Hoo. Mereka juga membawakan rendisi lagu Mothra, dari film Jepang tahun 1960an yang menggunakan Bahasa Indonesia untuk liriknya. Tak disangka, mereka pun menyanyikan lagu A Go Go dari Dara Puspita, band rock perempuan dari Indonesia yang muncul di tahun 1960an sebagai bentuk penghormatan dari satu band rock perempuan ke band rock perempuan yang lain. 

Pertama kalinya bermain di panggung Indonesia dan di hadapan audiens Joyland Festival, The 5.6.7.8’s sangat tidak mengecewakan. Energi yang diberikan The 5.6.7.8’s penuh semangat. Beberapa audiens berteriak “sugoi” atau “arigatou”, dan beberapa kali sang drummer berbalas “terima kasih” dan “semangat”. 

The 5.6.7.8’s merupakan bukti keberadaan sebuah band yang menyayangi musik yang mereka ciptakan. Upaya mereka mempelajari lagu baru pun jadi bukti dari komitmen dan semangat mereka untuk bermain musik dan memberikan yang terbaik. Kemampuan mereka untuk menciptakan lagu yang dapat dinikmati sepanjang masa adalah alasan mengapa The 5.6.7.8’s bisa digemari fans lintas generasi. 

Artikel Terkait:

Menyambut Joyland Festival 2024: Merancang Festival untuk Audience

Lily Pad Stage: Keintiman dari Festival Musik Joyland 2024

 

 

Niskala H. Utami

Niskala H. Utami, also known as sebuah enigma (an enigma), is a multidisciplinary artist who mainly works with writing and paintings. Niskala has experience in various job outlets such as scriptwriter, assistant director, editorial writer, creative lead, etc. But what is consistent in Niskala is a determination to explore the world of films, music, and art.

article above by: Niskala H. Utami

    error: Content is protected !!