Sonicfuzz Records: Musik Dan Zine Di Banjarmasin

Sonicfuzz Records: Musik Dan Zine Di Banjarmasin

Sonicfuzz Records: Musik Dan Zine Di Banjarmasin 1280 853 Extended.Asia.Play

Pada 3 Desember 2019, (T) Theo Nugraha mewawancarai seorang pemuda asal Banjarmasin, (O) Fahrul Rozy aka Ozy atau dikenal juga dalam kancah noise dengan nama Gila Babi, gitaris grup musik Binal, pendiri Sonicfuzz Records yang juga aktif menginisiasi berbagai kegiatan di Banjarmasin. Wawancara ini dilakukan melalui aplikasi chat WhatsApp dan diselaraskan oleh Andang Kelana. Berikut adalah hasil wawancara VJ>Play dengan Fahrul Rozy.

 

T: Halo, silahkan perkenalkan diri anda dan ceritakan awal mula lahirnya Sonicfuzz Records?
O: Aku Ozy. Lahirnya Sonicfuzz Records, kalo untuk records-nya, kami lebih mewadahi ke band-band yang kami sukai. Sonicfuzz sendiri juga lebih aktif dalam kegiatan kolektif gigs, dan media yaitu Net.I.Zine. Poinnya sih, kami lahir karena ingin membuat panggung sendiri. Karena banyak yang tidak tertarik untuk mengundang main di gigs-gigs lain. Kami menciptakan semua media untuk kami sendiri.

T: Siapa saja yang telah kalian rilis? dan sejak tahun berapa ini berlangsung?
O: Klub Bianglala (sekarang udah ganti jadi Binal), Pesawat Tempur, Weirdos, Nobster, Islan x SYFTR (split album). Dari 3 tahun yang lalu kayanya. Ya sekitar itu lah.

T: Apakah rilisan ini dirilis fisik atau digital?
O: Weirdos dan Nobster yang masih digital. Yang lainnya fisik dalam bentuk kaset dan CD.

T: Genre apa saja yang sudah kalian rilis?
O: Alternative rock sih rata-rata, kecuali si Islan x SYFTR, ambient.

T: Apakah ada sistem kurasi?
O: Kalo proses kurasi, apakah pemilih genre masuk salah satu bentuk kurasi juga? Ya kami memilih band yang bergenre alternatif rock. dan yang pasti, kami harus suka dengan band-nya ini, kalo kami tidak suka, ya kami tidak pilih.

T: Bagaimana perkembangan kancah eksperimental bunyi di Banjarmasin? Bagaimana semuanya bisa berawal?
O: Lahirnya eksperimental di Banjarmasin, hasil pertemuan antara saya, Ozy (Sonicfuzz/Gila Babi) dan Theo Nugraha pada acara musik Selasar pada 2017. Saat itu  masih dengan nama Bius, dengan gitar sebagai mediumnya. Hal ini pun berlanjut hingga sekarang, saya masih fokus dengan proyek eksperimentalnya (yang) menjadi Gila Babi. Hal ini pun sepertinya memberikan warna baru di kancah Banjarmasin. Pasalnya beberapa waktu lalu saya melakukan coffee shop tour dengan tujuan ingin merusak mood orang minum kopi dan ingin merasakan reaksi mereka ketika mendengarkan sinyal-sinyal kebisingan. Pada tahun sebelumnya, saya pernah melakukan hal serupa disebuah kafe, permainan saya dihentikan seketika oleh pihak kafe karena menggangu kenyamanan pengunjung dan dikatakan musik setan, haha. Padahal mereka yang mengundang saya main di sana. Tapi, untuk tahun ini perkembangan eksperimental yang saya lakukan ya lumayanlah, beberapa orang diluar lingkaran scene mulai mencari tau dan bertanya jenis tampilan musik apa, kenapa harus bunyi-bunyian sebagai bentuk ekpresinya.

T: Lalu apakah ada pelaku bunyi lainnya sebelum kamu atau setelah kehadiran proyekmu?
O: Untuk Banjarmasin, sepertinya tidak ada.

T: Sedangkan perkembangan kancah musik di Banjarmasin?
O: Kalau dilihat dari genre, sekarang lebih variatif kalau di Banjarmasin. Dulunya didominasi metal, sekarang ada folk, ambience, bahkan jazz. Dan banyak beberapa band yang dulu gemar jadi cover band untuk musik bawah tanah, sekarang mereka lebih giat dalam berkarya. Tapi, ya itu tidak berlangsung lama, masih banyak band yang terlalu mager. Setelah selesai berkarya tidak ada aktivitas lanjutan, misalnya tur, bikin klip video, atau bikin gigs sendiri. Ya, selalu nunggu di ajakin dulu baru aktif. itu sih kayanya perkembangan sekarang haha.

T: Menurutmu definisi underground itu seperti apa ?
O: Underground, lebih ke hal yang idealis sepertinya. tidak sesuai permintaan pasar. ya kira-kira seperti itu.

T: Tadi kamu bilang tidak sesuai permintaan pasar bisa jelaskan?
O: Kalo dibilang tidak sesuai pasar, ya kenyataannya musisi underground tidak mencari keuntungaan dulu.

T: Lalu praktik underground yang seperti apa yang dilakukan kamu dan teman-teman di Banjarmasin ?
O: Kolektif, dan ya kalau Sonicfuzz bikin gigs/event lainnya, ya kami jalanin aja, kami gak peduli sama berapa banyak orang datang ke gigs, kita mainkan apa yang kita suka, dan Sonicfuzz adalah cara kami membuang buang waktu, haha. Bahkan untuk gigs event, kami bisanya nge-share seminggu sebelum acara, bahkan 2 hari sebelum acara. Yang terpenting dari itu semua, kami ingin membudayakan kembali budaya kolektif, fuck sponsor lah, kita bisa kok tanpa mereka. haha.

T: Oke, ceritakan tentang Net.I.Zine?
O: Awalnya kami pernah membuat Sonicfuzz newsletter sebanyak 2 edisi, tapi tidak efektif. Maka agar info dan pesan pesan satir kami bisa disampaikan dengan efektif dan efisien kami lebih memilih platform instagram. Dengan bahasa dan tampilan seperti zine, kami membuat Net.I.Zine, artinya kalo diterjemahkan Zine Internet. Penggunaan bahasa yang disampaikan pun tergolong lebih bebas. Ya, Net.i.zine adalah zine versi internet, medsos.

T: Apa yang mendasari kamu membuat zine dan bagaimana kamu membangun jaringan antar zinemaker lainnya?
O: Kalau untk Net.I.Zine, kami membangun jaringan dengan membagikan press release band-band Sonicfuzz Records dan beberapa band di luar dari distribusi kami. Kami bantu sebar ke berbagai media lainnya, dan kami pun menerima press release dari band luar daerah juga dan kami terbitkan melalui platform instagram.

Hal yang paling mendasari kami membuat Net.I.Zine adalah, kami ingin mengubah pola pikir tentang beberapa hal yang terjadi di Banjarmasin dan sekitarnya. Semisal tentang band yang bangga meng-cover, dari pada (main) lagunya sendiri, atau betapa magernya band di sini, juga kemudian malas (untuk) berkarya. Kalau band-nya gak main, ya gak datang. Ya hal-hal kecil begitu, tapi berdampak besar untuk perubahan kancah di sini. Dan pesan yang kami bawa tersebut itu, lebih cepat tersampaikan melalui platform digital.

T: Selain Net.I.Zine ada bikin zine lainnya? Kalo iya membahas seputar apa?
O: Beberapa kawan di sini ada yang bikin zine, ada yang membahas isu feminis, politik, kota Banjarmasin, musik, termasuk aku juga masih bikin zine. Apalagi pas waktu kami bikin Borneo Zine Fest pertama untuk di Banjarmasin, antusiasnya lumayan, yang datang bukan hanya anak-anak scene, tapi umum dan juga mahasiswa.

T: Ceritakan apa yang mendorong kalian membuat Borneo Zine Fest?
O: Ingin membudayakan kembali subkultur musik, selain itu melalui zinefest kami ingin melakukan mind blow kepada orang-orang, mengubah pola pikir yang terlalu banyak rancu di kota ini. Kota ini sedang tidak baik-baik saja.

T: Berapa banyak zinemaker yang terlibat di Borneo Zine Fest dan bagaimana kamu mengelolanya festivalnya?
O: Untuk Banjarmasin kemarin ada 6 zinemaker, luar daerah ada dari Makassar, Bandung, Surabaya, Pontianak dan sisanya arsip-arsip zine dari hasil barter antar daerah. Kemarin cukup singkat untuk zinefest-nya, kami cuma dapat waktu sekitar 1 bulan aja untuk berbagi info zinefest. Makanya tidak terlalu banyak yang ikut. Zinefest-nya kami adakan di sebuah restoran pizza lokal, live music dan berbagi tentang awal mula zine dan kenapa zine itu ada.

T: Sejauh ini apakah akan digelar lagi Borneo Zine Fest seri berikutnya? Dan metode pengarsipan apa yang dilakukan oleh kalian untuk mendata setiap zine yang terlibat?
O: Tahun depan pasti akan digelar lagi untuk kali keduanya. untuk metode pengarsipan kemarin, kami dibantu oleh Aldiman dari PTK Distribution[1], soalnya dia lebih banyak punya arsip zine. Dan untuk di tahun depan, kami sepertinya akan lebih lama menyebarkan info soal Borneo Zine Fest, karena beberapa arsip yang masuk dari yang pernah kami ikuti di luar daerah, masih yang lama. Bahkan ada yang dari tahun 2000 awal, haha. Untuk arsip dalam tahun ini (2019) masih sedikit, paling ya sekitar 20-25, lah.

T: Ke depannya akan mengerjakan apa?
O: Tahun depan kami akan ada Borneo Zine Fest dan gigs special. Kami akan ngundang band luar Kalimantan Selatan. Pelan-pelan, yang dekat dulu Palangkaraya. Nasional sih bisa dibilang, tapi seputar Kalimantan saja. Yang gigs itu maksudnya festival musik di tahun depan.

T: Oke, terima kasih waktunya
O: Oksss sama samaa

Tentang Sonicfuzz Records:
Youtube.
Instagram.

Dokumentasi oleh:
Sonicfuzz Records

References
1 Silakan baca wawancara VJ dengan PTK Distribution di sini.

Theo Nugraha

Theo Nugraha (b. Samarinda, April, 1992) is an artist, curator, and organizer from Samarinda. He has been a part of Indonesian experimental sound scene since 2013. His discography contains almost 200 releases. He is the co-founder of the HEX Foundation and one of the initiators of Extended.Asia, an online platform for sound and visual artists. In addition, He also works as a co-curator of the Museum Kota Samarinda. Theo is also active in an visual experimentation group with Milisifilem Collective, performance art at 69 Performance Club, and is the editor of EXT.ASI.PLAY.

article above by: Theo Nugraha

    error: Content is protected !!