Grind For Better Life: Rekam Jejak Proletar dalam Kancah Grindcore

Grind For Better Life: Rekam Jejak Proletar dalam Kancah Grindcore

Grind For Better Life: Rekam Jejak Proletar dalam Kancah Grindcore 1280 1280 Extended.Asia.Play

Mendengarkan lagu dari sebuah grup musik itu mungkin adalah sebuah hal yang biasa bagi saya. Tapi, saya tidak pernah sekalipun membayangkan apabila saya menonton sebuah film dokumenter sebuah grup musik.

Hari itu, Jumat, 4 Desember 2020 adalah pertama kalinya saya menonton sebuah film dokumenter dari sebuah grup musik. Bukan pop, jazz, atau alternative yang memang tidak asing di telinga saya, melainkan grindcore. Saya sendiri baru tahu mereka, sebuah grup musik grindcore asal Jakarta, Proletar. Dengan tajuk Grind For Better Life mereka menggandeng Diansyah Rizky sebagai sutradara di film dengan durasi 2 jam lebih ini.

Di Samarinda sendiri, penayangan Grind For Better Life diinisiasi oleh Suljee, yang bekerja sama dengan Rumah Rawa sebagai penyedia ruang penayangan. Sampai di lokasi, kurang lebih sekitar 30 menit sebelum penayangan, saya sempat bercakap dengan beberapa kawan yang juga datang untuk menonton. Dan saya baru tahu, ternyata film ini juga akan ditayangkan hingga ke luar negeri. Salut!

Pukul 8 malam tepat, para penonton mulai memasuki ruang tengah Rumah Rawa dan lampu di ruang tengah mulai dipadamkan. Suasana perlahan senyap, dan film mulai ditayangkan. Diawali dengan bumper video logo Proletar, lalu beberapa cuplikan dokumentasi mereka saat tampil.

Berdasarkan informasi dari Ipuletar, pentolan Proletar ini sedikit menjabarkan sejarah band yang mulai terbentuk mulai tahun 1999. Selanjutnya, dalam film, banyak pula sosok-sosok yang tidak saya kenal sebelumnya. Dari warga Indonesia, hingga warga asing. Satu persatu dari mereka memberikan testimoni-testimoni kepada Proletar. Hingga tiba tampil sebuah cuplikan video dari sebuah reporter TV Show luar negeri yang memberitakan Proletar. Yang saya lihat di sini, adalah bagaimana cara mereka bisa berjejaring dengan baik hingga ke luar negeri patut diacungi jempol. Beberapa tour yang dilakukan serta testimoni-testimoni dari kawan-kawan mereka di luar negeri adalah contoh betapa bagusnya mereka menjalin pertemanan di kancah musik underground.

Di dalam film, dijelaskan pula bagaimana Proletar yang  beberapa kali bongkar pasang personil namun masih bisa tetap bertahan dalam kancah musik underground Indonesia. Sosok Ipuletar, saya rasa bisa dibilang sebagai pemegang tongkat komando dari Proletar dalam masa-masa terendahnya. Meskipun film terkesan monoton karena banyak penyataan-pernyataan yang kurang lebih sama dari tiap narasumber, saya rasa ada beberapa hal yang harus kita acungi jempol dari band ini, yaitu semangat prinsip “do it yourself” yang selalu tertanam dalam tubuh grup musik ini. Serta tidak lupa, kekuatan dalam berjejaring di lingkaran musik underground membuat rekam jejak Proletar sangat berpengaruh dan memiliki nama besar, seperti semangat juangnya hingga sekarang.

Sukses selalu, Proletar!


Grind For Better Life adalah sebuah film dokumenter yang menceritakan tentang perjalanan sebuah grup musik grindcore/crust bernama Proletar. Film yang berdurasi 129 menit ini juga telah melakukan Movie Screening Tour ke beberapa kota di tanah air, hingga mancanegara. Dan tentu saja, film ini juga akan dirilis dalam format DVD setelah jadwal rangkaian Movie Screening Tour selesai

Lebih lanjut tentang Proletar :

https://www.metal-archives.com/bands/Proletar/106613
https://www.discogs.com/artist/919614-Proletar

 

Muhammad Ismawan

(Samarinda, Mei 1996), Mahasiswa Psikologi semester akhir di Universitas Mulawarman. Akhir-akhir ini aktif menjalankan kolektif Sendam 174 yang bergerak di ranah eksperimentasi visual bersama rekanan sejawat di kota Samarinda. Selain itu, ia juga tergabung dalam beberapa kelompok musik seperti penosser dan mesinkota.

article above by: Muhammad Ismawan

    error: Content is protected !!